"Kesedihan Merayakan Dirinya Sendiri"
[repost: @aratiararismala]
Aku banyak menghabiskan waktu dengan melarikan diri. Menonton film
dari bangun tidur sampai tidur lagi, bahkan sampai lupa makan.
Mendengarkan lagu yang liriknya sama sekali tak kumengerti,
mengangguk-anggukkan kepala seolah menikmati. Berpura-pura.
Sisa hari, saat sinar layar laptop dan ponsel sudah terlalu banyak
menyakiti mata, atau alunan nada-nada telah berubah menjadi denging yang
memekakkan telinga, aku akan berbaring di lantai kamarku, menatap
langit-langit, menangis.
Menganggap bahwa semesta tahu semua yang kurasakan sekaligus merasa
tak ada siapapun atau apapun yang mampu memahami apa yang kurasakan.
Berkelahi dengan diri sendiri di antara dua pilihan untuk membenci atau
merindukan.
Aku sering memikirkan banyak hal yang membahagiakan. Berharap
kebencian akan lekas-lekas pergi dan membiarkan kehangatan kenang
menelusup ke dalam jiwa, tapi anehnya, semakin teringat banyak hal
membahagiakan yang telah kulewati bersamanya, semakin besar pula benci
yang bersarang dalam dada.
Aku sering memakinya di dalam kepalaku. Dengan penuh air mata dan
kemarahan, aku menampar, menerjang, menendang. Beratus kali.
Tapi sebesar benci yang tumbuh, rindu tak pernah mau kalah. Satu-satunya
yang kalah adalah aku. Hilang kendali atas diriku sendiri. Menjadi
medan perang antara perasaan-perasaan yang saling menyakiti. Begitu berulang-ulang sampai sakit sekali
rasanya untuk bernapas. Sakit sekali rasanya untuk berdiri, berjalan,
atau sekadar bersandar.
Dan dari segala perih yang kurasa, aku hanya mengingat saat kau bersikap biasa saja sedang bagiku masih seperti segawat sehidup semati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar