Jumat, 25 Juli 2014

kaukah pusat tata surya?


Terima kasih untuk tidak pernah sekalipun membiarkan aku melupakanmu.

Kita sudah membentangkan jarak sejauh mungkin, memelihara diam sesunyi mungkin, merawat luka seburuk mungkin agar ada alasan untuk kita saling melupa. Tapi apa? Jarak tak menghalangmu, sunyi hanya meneriakkan rindu, dan luka, luka adalah tempat kita bertukar peluk dan menggenggam tangan sepanjang malam.

Kaukah pusat tata surya itu? Atau justru supernova, yang kubuat mati lalu memadat jadi lubang hitam dengan penuh gravitasi? Hidupmu adalah tempat terangku bertumbuh, kematianmu yang kupaksakan dalam jantung adalah gelap tempat rindu membuat suluh. Kalau sudah begini, bagaimana aku hidup tanpamu? Lubang hitam hasil kematianmu telah bersarang dalam di dadaku, menghirup setiap cahaya yang tak cukup menerangi ruang hampa cahaya kita. Namamu seperti sudah menempel pada kulit dalam kepalaku. Melilit nadi. Bagaimana bisa aku melupakanmu? 

Aku meracau tentangmu. Seperti bernafas didalam air, aku melipat ribuan rindu lalu ku terbangkan ke angkasa. Berapa banyak yang kubutuhkan agar mereka jatuh jadi rintih hujan di pangkuanmu? Kau begitu jauh dan jauh disini bukan perihal kilometer atau lautan, melainkan dalam diam di dada kita yang kukuh bersemanyam.

Sudahlah. Sesak sudah kurasa bila selalu membingkaimu dalam kata. Kalau saja kita bukan sepatu, pastilah sepasang garis lurus yang sejajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar