Minggu, 29 Maret 2015

Karena Itu Saya Menulis


Seseorang pernah mengatakan pada saya untuk menceritakan hal-hal sulit yang saya lewati, bukan hanya menuliskannya.

Sesungguhnya setiap kali saya mulai menulis, saya tidak pernah memikirkan apa yang sedang terjadi di detik itu, biasanya justru saya memikirkan hal-hal yang telah atau hal-hal yang saya bayangkan akan terjadi. Mungkin itu satu dari sekian banyak alasan saya memilih menuliskannya, karena menulis jauh lebih mudah daripada menemukan sesorang yang benar-benar peduli, karena menulis memberi saya kesempatan untuk mengingat banyak hal dengan cara yang lebih baik.

Writing is one way to letting go and it's like breathing with an extra lung.

Banyak hal berat yang saya lewati yang mampu membuat saya merasa sesak dan saya tidak mampu menceritakannya. Dan dengan menulis, saya diberikan kesempatan untuk bernapas dengan ruang yang lain. Ruang lapang dengan hamparan rumput yang hijau yang dipenuhi pepohonan dan bunga yang bermekaran. Saya seperti menemukan ruang yang baru—ruang pribadi. Yang mampu menyimpan segala tipe perasaan dalam jajaran hurufnya.

Menulis pun, membuat saya seperti memiliki mata di dalam hati saya, menulis mengajarkan saya untuk dapat melihat apa yang tidak saya lihat ketika saya melihat sesuatu hanya dengan mata kepala saya. Karena saat saya menulis, saya kembali memikirkan hal-hal yang akan saya tulis. Dan biasanya, ada banyak hal yang sebelumnya luput saya ketahui, bahkan menjadi mampu saya pahami. Melihat segala hal dari sisi yang kerap diabaikan oleh penglihatan semata.

Menulis adalah cadangan oksigen bagi saya. Saya tidak pernah menulis dengan maksud untuk terlihat buruk dimata orang, atau mencari belas kasihan orang lain, tidak, saya paling benci dikasihani.

Semua orang memiliki caranya tersendiri untuk membaik-baik sajakan dirinya, bukan? Dan bagi saya, menulis adalah cara yang terbaik. Dan jika tulisan saya terbaca baik itu hanyalah bonus dari Tuhan. Apalah saya tanpa Tuhan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar