Selasa, 24 November 2015

Sebuah Hidup(nya)


Terima kasih karena telah ada,
dan memilih untuk tidak kemana-mana.


Saya pernah jatuh cinta dengan keyakinan kebaik-baik sajaan diri saya terletak padanya. Pernah dengan begitu keras berjuang untuk bersamanya. Pernah dengan bodohnya mampu menjadi bodoh hanya karena tidak ingin dikatakan bodoh mencintainya. Ya, saya pernah menjadi perempuan yang demikian...

... dan saya tidak menyesal, karena dengan terjatuh saya tahu sulitnya kembali berdiri.

Saya pernah dalam satu fase tidak ada seorangpun yang saya percayai, termasuk diri saya sendiri. Tidak ada seorangpun yang mampu meyakinkan bahwa menjadi tidak baik-baik saja itu bukan kesalahan. Tidak seorangpun yang mengatakan pada saya bahwa kebodohan yang saya lakukan tidak akan menjadikan saya manusia yang paling buruk.

Sampai suatu ketika, saya dipertemukan dengan seorang pria yang mengerti bahwa membaik-baik sajakan diri sendiri adalah bukan hal yang mudah. Pria yang perjuangannya melampaui hidup yang selalu saya keluhan, yang bersedia membimbing saya berdamai dengan kehidupan.

Ia mengajarkan saya apa saja yang ia ketahui tentang hidup, ia seperti cermin diri saya, saya seperti melihat sisi yang lain dalam dirinya. Membuat saya menyadari saya bukan manusia satu-satunya yang diciptakan seperti ini.

Kehadirannya seakan memberikan sebuah hidup bagi saya. Saya kembali mengenal harapan, yang sebelumnya berusaha saya tanggalkan. Hadirnya seperti mengutarakan kepada saya bahwa berharap bukanlah dosa, yang jika dilakukan maka akan hidup dalam kesia-siaan.

Ia mengizinkan saya melakukan apapun, kemanapun dan kapanpun. Ia bertanggung jawab penuh atas apa yang saya lakukan, karena ia mengizinkan tanpa membiarkan. Ia ada, disaat saya sedang sendiri ataupun bersamanya. Ia mendengarkan untuk apa dan tidak yang saya katakan. Ia menertawakan kebodohan saya, lalu menunjukkan bagaimana yang cara benar.

Dengan hidup yang ia berikan, saya mampu menjadi diri saya sendiri. Dengan hidup yang ia berikan, saya mampu mencintai diri saya sendiri. Dengan hidup yang ia berikan, saya tidak merasa sendiri.

Ia adalah pria menjelaskan apa yang tidak nampak pada diri saya, ia yang mengartikan semua yang tidak terlihat oleh saya. meski harus berulang kali. Hingga pada akhirnya saya mengerti, ia bukan memberikan saya hidup, tetapi ia memberikan hidupnya pada saya.


***
Dan saya yakin pertemuan yang saya maksud (yang masih dirahasiakan-Nya) pasti terjadi. Meski telah ataupun kelak akan terjadi, pastikan untuk mencintainya sepenuh hidup, setengah mati. Karena pada akhirnya, kita hanya membutuhkan mereka yang menerima kita apa manusianya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar