Rabu, 12 Februari 2014

#12 - Surat yang Tertunda

Palembang, 31 Mei 2013


Kepada : sebelum abjad terakhir.

Selamat pagi, siang atau .. entah kapan kamu akan membaca surat ini atau mungkin juga kamu tidak akan membacanya, aku hanya berniat menyapa. Tenang ini bukan bukan surat cinta, lanjutkan saja membacanya kamu tak perlu cemas.

Semalam sahabat lama menelpon menanyakan kabarmu padaku, aku sontak kaget dan bingung, jalas-jelas sudah kuceritakan semua padanya. Namun sesaat kemudian dia malah tertawa dan mengejekku habis-habisan. Aku hampir kehilangan akal membuatnya percaya kalau aku sudah baik-baik saja tanpamu.


Ternyata aku kalah, sedikit saja dia bercerita tentangmu aku sudah terpancing. Katanya kamu terlihat lebih kurus sekarang, padahal seharusnya kamu lebih bahagia seperti yang kita janjikan sesaat setelah perpisahan malam itu. Kebahagiaanku? Hmmm aku bisa mendapatkannya. Katanya kamu juga lebih sibuk sekarang, lebih fokus membantu pekerjaan orang tuamu. Aku tahu dan aku mengerti berapa banyak bisnis papamu yang harus kamu kelola. Kamu masih seperti dulu, selalu membanggakan.

Apa kamu ingin tahu kabarku? Aku baik, sudah jauh lebih baik dari beberapa hari yang lalu. Sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan, bagaimana kabarmu dengan gadis yang kemarin? Gadis yang saat namanya kamu sebutkan seakan dunia runtuh menimpaku, yang katamu itu adalah pilihan mamamu. Kamu menjaganya dengan baik bukan? Seperti saat kamu menjagaku dulu. Katakan padanya dapat salam dariku.

Mungkin tidak seharusnya kutuliskan surat untukmu, karena sekarang hatiku mulai terasa nyeri. Tenang saja, aku sudah tidak berharap pada apapun, sedikitpun tidak. Silahkan kamu melanjutkan hidupmu, akupun begitu, hidupku sedang berlanjut, meski melupakanmu aku seperti berjalan dengan satu kaki.

Terima kasih karena telah sempat menengok tulisanku.



Yang mendoakan kebahagiaanmu,


Masa lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar