Senin, 24 Februari 2014

#24 - Surat Kepada Luka

Kepada luka,

Masih jelas dalam ingatan saya bagaimana rasanya ketika kehilangan hal yang begitu berharga yang selalu saya jaga namun saya harus melepaskannya disaat yang bersamaan. Persis seperti anak perepuan kecil yang menangis meronta-ronta karena boneka kesayangannya dirampas paksa oleh anak lelaki yang menjahilinya.

Patah hati. Mungkin dua kata itu mampu menggambarkan seperti apa yang saya rasakan. Seperti halnya tangan yang patah, tidak dapat berfungsi dengan sempurna. Lembam dan membiru, saya temukan kamu disana, luka yang menganga, kesepian yang melanda. Memar karena rasa kehilangan yang mendalam.

Luka, ternyata kamu masih saja betah menyambangi saya. Apakah saya perlu memberimu nama agar tidak terlalu menakuti saya saat mendengar langkahmu datang? Tidak apa, luka, datang saja jika kamu ingin. Saya hanya ingin lebih akrab denganmu, agar rasanya tidak sepedih yang dulu karena obat merah termahal pun tak mampu hilangkan pedihmu.

Sudahlah luka, semenyesal apapun kamu karena kedatanganmu, hati saya sudah terlanjur pecah. Meski kamu meminta maaf, masih ada bagian-bagian yang tidak dapat ditemukan, hati yang saya miliiki sudah tidak dapat menyatu secara utuh.

Walaupun harus menata kembali dan merawatmu hingga pulih, saya tidak menyesalkan kamu telah datang. Tidak akan saya menjadi sebegini berhati-hati berurusan dengan hati milik orang lain dan tidak akan saya menjadi setakut ini membiarkanmu mendatangi hati yang teramat saya cintai. Terima kasih karena telah datang, luka, terima kasih untuk pelajaran berharga ini.


Dalam Luka,


Yang (masih) merawatmu.

#30HariMenulisSuratCinta, Hari ke 24

Tidak ada komentar:

Posting Komentar